Selasa, 20 November 2012

Fi’il Mudhari’ Majzum oleh Amil Jawazim: LAA Nahi, LAM Amar, Huruf Syarat (IN, IDZMA), Isim Syarat (MAN, MA, MAHMA, AYYUN, MATA, AYYANA, AINA, HAITSUMA, ANNAA) لا لام إن من ما مهما أي متى أيان أين إذما حيثما أنى » Alfiyah Bait 696-697

عوامل الجزم

Amil-amil Jazem
بِلَا وَلَامٍ طَالِباً ضَعْ جَزْمَا ¤ فِي الْفِعلِ هكَذَا بِلَمْ وَلَمَّا

Posisikan Jazem pada Fi’il Mudhari’ sebagai Tholab sebab dimasuki LAA (Nahi) atau Lam (Amar). Demikian juga jazem sebab LAM (Nafi) dan LAMMAA (Nafi)
وَاجْزِمْ بِإنْ وَمَنْ وَمَا وَمَهْمَا ¤ أيٍّ مَتَى أيَّانَ أيْنَ إذْ مَا

Juga Jazemkan! (pada dua Fi’il) sebab IN, MAN, MAA, MAHMAA, AYYUN, MATAA, AYYAANA, AINA, IDZMAA,…
وَحَيْثُمَا أنَّى وَحَرْفٌ إذْ مَا ¤ كَإِنْ وَبَاقِي الأَدَوَاتِ أَسْمَا

HAITSUMAA dan ANNAA. Adapun IDZMAA berupa Kalimah Huruf (Huruf Syarat) seperti halnya IN. Sedangkan Amil Jazem/Adawat Syarat sisanya (selain “Idzmaa” dan “In”) berupa Kalimah Isim (Isim Syarat).

–·•Ο•·–

Pada Bab sebelumnya diterangkan bahwa Fi’il Mudhari mempunyai tiga I’rob ROFA, NASHAB dan JAZEM. Mengenai keterangan Rofa’ dan Nashabnya telah dibahas pada Bab I’rob Fi’il. Selanjutnya pada Bab Amil-amil jazem disini akan membahas mengenai Fi’il Mudhari’ Jazem/Majzum. Nazham Bab ini sebenarnya bagian atau Fasal dari Bab sebelumnya, karena masih tergolong dari pembahasan Bab I’rob Fi’il. Dibuatkan Bab khusus oleh Mushannif dikarenakan panjangnya pembahasannya.

Amil Jazm terbagi dua:

1. Menjazemkan satu fi’il

2. Menjazemkan dua fi’il

Amil Jazem pada satu Fi’il ada 5 :

1. Tholab

Sebagai jawab dari AMAR/NAHI sebagaimana telah dijelaskan pada Bab Irob Fi’il sebelumnya, tepatnya pada Bait ke 689-690.

2. لا LAA Tholabiyah.

Disebut LAA Nahiy, apabila diucapkan dari yg lebih tinggi kepada yg lebih rendah derajatnya, contoh dalam Al-Qur’an :
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Yaa bunayya LAA TUSYRIK billaahi innasy-syirka lazhulmun ‘azhiim = “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman 13).

Disebut LAA Du’a, apabila diucapkan dari yg lebih rendah kepada yg lebih tinggi, contoh dalam Al-Qur’an :
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

Robbanaa LAA TU’AAKHIDZNAA in nasiinaa aw akhtho’naa = “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.

Disebut LAA Iltimas, jika diucapkan pada sesamanya, contoh ucapan seseorang pada teman sejawatnya :
لا تتأخر في الحضور

LAA TATA’AKHKHOR fil-hudhuuri = Jangan terlambat hadir!

3. لـ Lam Tholab

Ababila diucapkan dari yg lebih tinggi kepada yg lebih renda derajatnya maka disebut Amar, contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ

LI YUNFIQ dzuu sa’atin min sa’atihi = Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. (QS Ath-Thalaq 7)

Ababila diucapkan dari yg lebih rendah kepada yg lebih tinggi derajatnya maka disebut Du’a, contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ

Wa naadaw yaa maalik LI YAQDHI ‘alainaa robbuka = Mereka berseru: “Hai Malik biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.”

Ababila diucapkan pada sesamanya maka dinamakan Iltimas, contoh ucapan seseorang pada teman sejawatnya :
لتأخذْ هذا الكتاب

LI TA’KHUDZ hadzal kitaaba = Ambillah kitab ini.

Perlu diketahui bahwa harkat Lam Tholab adalah kasroh (LI). Dan jika jatuh sesudah Fa’ atau Wawu maka yg banyak diharkati Sukun, contoh :
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي

FALYASTAJIIBUU lii WALYU’MINUUNII bii = maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku (QS. Al-baqarah 186).

Dan terkadang diharkati Sukun jika jatuh sesudah TSUMMA, contoh :
ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ

TsummaLYAQTHO’ faLYANZHUR = kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan (QS. Al-Hajj 15)

4. لم LAM Nafi

Adalah huruf nafi yg khusus masuk pada Fi’il Mudhari’ serta menjazemkannya, merubah zamannya dari Hal atau Istiqbal kepada zaman Madhi, contoh Ayat Al-Qur’an :
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

LAM YALID wa LAM YUULAD = Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan (QS Al-Ikhlash 3)

Sebagai pengecualian apabila LAM Nafi dimasuki oleh adawat syarat, maka fungsi perubahan zaman dari Hal/Istiqbal ke zaman madhi menjadi batal, maka LAM nafi disini diberlakukan khusus untuk zaman Istiqbal. Contoh pada Ayat Al-Qur’an berikut:
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

Fa in LAM TAF’ALUU fa’dzanuu bi harbin minallaahi wa rosuulihi = Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS al-Baqarah 279)

I’rob :

Lafazh TAF’ALUU = dijazemkan dengan membuang Nun karena Af’alul Khomsah. Amil Jazemnya dalam hal ini boleh LAM Nafi karena khusus masuk pada Fi’il Mudhari. Dan boleh IN Syarthiyah karena lebih awal dan lebih kuat beramal baik pada zamnnya (Istiqbal) dan lafazhnya (Jazem).

Terkadang LAM Nafi dimasuki oleh Hamzah Istifham Taqririy (yg berfungsi sebagai penetapan kepada mukhotob), maka pengamalan LAM Nafi tetap berlaku dan banyak ditemukan di dalam Ayat-ayat Al-Quran, contoh :
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

ALAM NASYROH laka shodrok = Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (QS. Alam Nasyrah 1).

5. لما LAMMAA (Amil Jazem)

Khusus masuk pada Fi’il Mudhari’ dan menjazemkannya. Bersekutu dengan LAM dalam hal sama-sama berupa Kalimah huruf, Amil Jazem, Merubah zaman ke Madhi, boleh dimasuki Hamzah Istifham, dan sama-sama Huruf Nafi namun untuk LAMMA lebih mencapai penafiannya dari Madhi hingga Hal/sekarang.

Contoh ayat dalam Al-Qur’an :
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

Qoolatil-a’roobu aamannaa, qul LAM TU’MINUU walaakin quuluu aslamnaa wa LAMMAA YADKHULIL-iimaanu fii quluubikum = Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (QS Al Hujuraat 14)

I’rob :

LAM dan LAMMA = Huruf Nafi, Amil Jazem, dan merubah zaman.

TU’MINUU = Fi’il Mudhari’ Majzum sebab Amil Jazem LAM, tanda jazemnya membuang huruf Nun karena Af’alul-Khosah.

YADKHULil = Fi’il Mudhari’ Majzum sebab Amil Jazem LAMMAA, tanda jazemnya sukun, diharkati kasroh karena bertemu dua huruf mati yakni bertemu dengan AL.

Perbedaan penggunaan LAMMAA dan LAM

Ada beberapa hal yg menjadi ciri khas LAMMAA :

1. Kebolehannya membuang Majzumnya dan cukup berhenti di kata LAMMAA sekalipun pada situasi Ikhtiyar (longgar dalam sebuah perkataan) contoh :
قاربت مكة ولما

QOOROBTU MAKKATA WA LAMMAA = aku sudah mendekati Mekkah dan masih belum.

Yakni takdirannya :
قاربت مكة ولما أدخلْها

QOOROBTU MAKKATA WA LAMMAA ADKHUL HAA = aku sudah mendekati kota mekkah dan masih belum memasukinya.

2. Wajibnya penempatan waktu penafian dari zaman Madhi (sebelum masa pembicaraan) hingga zaman Haal (ketika pembicaraan). Contoh :
أعجبني تفسير ابن كثير وحسن طباعته ولما أشتره

A’JABANIY TAFSIIRU IBNI KATSIIRI WA HUSNU THIBAA’ATIHII WA LAMMAA ASYTARIHI = Tafsir Ibnu Katsir berikut pencetakanya yg bagus itu membuatku kagum, dan aku belum membelinya.

Yakni tidak membelinya pada masa lalu dan tidak pula hingga sekarang.

3. Bolehnya Fi’il yg dijazemkannya tersebut berupa kejadian yg dapat terjadi. Contoh :
وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

wa LAMMAA YADKHULIL-iimaanu fii quluubikum = karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (QS Al Hujuraat 14)

Yakni belum beriman hingga sekarang dan suatu saat nanti boleh jadi beriman.
بَلْ لَمَّا يَذُوقُوا عَذَابِ

BAL LAMMAA YADZUUQUU ‘ADZAABI = dan sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku. (QS. Shaad 8)

Yakni belum merasakan Azab sekarang dan boleh akan merasakannya nanti.

Oleh karena itu tidak boleh mempergunakan LAMMAA untuk peristiwa yg tidak akan mungkin terjadi, maka tidak boleh mengatakan :
لَمَّا يَجمع الليل والنهار

LAMMAA YAJMA’ ALLAILU WAN-NAHAARU = Malam dan siang belum berkumpul.

Sebab malam dan siang memang tidak mungkin bersatu.

Ada beberapa hal yg menjadi ciri khas LAM Nafi :

1. Dapat dimasuki sebagian Adawat Syarat, contoh dalam Al-Qur’an :
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

WA MAN LAM YATUB FA ULAAIKA HUMUZH-ZHAALIMUUN = dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujuraat 11)
وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ

WA IN LAM TAF’AL FAMAA BALLAGHTA RISAALATAHU = Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. (QS. Al-Maaidah 67)

Berbeda dengan Amil Jazem LAMMA yg tidak boleh jatuh sesudah ataupun sebelum adawat Syarat.

2. Kebolehannya makna penafian Fi’il Mudhari’ terlepas sebelum masa pembicaraan, contoh dalam Al-Qur’an :
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنسَانِ حِينٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئاً مَّذْكُوراً

HAL ATAA ‘ALAL-INSAANI HIINUN MINAD-DAHRI LAM YAKUN SYAI’AN MADZKUUROO = Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (QS. Al-Insaan 1)

Yakni dulu dan sekarang manusia sudah ada.

Dan terkadang ada yg tetap berlanjut tanpa terlepas hingga masa pembicara, contoh dalam Al-Qur’an :
وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيّاً

WA LAM AKUN BI DU’AA’IKA ROBBI SYAQIYYAA = dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (QS Maryam 4).

Dengan mengetahui perbedaan masa antara LAM Nafi dan LAMMAA Nafi, maka benar mengatakan :
لم يحضر الضيف وقد حضر

LAM YAHDHUR ADH-DHAIFU WA QOD HADHARA = tamu itu tidak datang dan telah datang.

Tidak benar mengatakan :
لما يحضر الضيف وقد حضر

LAMMAA YAHDHUR ADH-DHAIFU WA QOD HADHARA = tamu itu belum datang dan telah datang.

Yang benar mengatakan :
لما يحضر الضيف وقد يحضر

LAMMAA YAHDHUR ADH-DHAIFU WA QOD YAHDHURU = tamu itu belum datang dan terkadang datang.

Atau benar mengatakan :
لما يحضر الضيف وسوف يحضر

LAMMAA YAHDHUR ADH-DHAIFU WA SAUFA YAHDHURU = tamu itu belum datang dan akan datang.

000

Amil Jazem pada dua Fi’il, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Malik pada Bait diatas semua berjumlah 11.

Amil Jawazim tsb ada yg berupa Kalimah Isim yg menempati mahal/posisi I’rob. Dan ada yg berupa Kalimah Harf tanpa menempati mahal I’rob. Mengenai ini, InsyaAllah akan dijelaskan satu-persatu mengingat pentingnya mengetahui posisi didalam I’robnya. Semoga Allah memberi kemudahan khususnya bagi saya dan bagi antum semua pencinta Bahasa Arab. Aamiin.

1. إن IN

Kalimah Huruf, Huruf Syarat, Amil Jazm dan tidak menempati posisi I’rob. Berfungsi sebagai pencetus timbulnya Jawab atas adanya Syarat, tanpa memberlakukan penunjukan Zaman dan Makan (waktu dan tempat) ataupun Aqil dan Gharu Aqil (berakal dan tidak).

Contoh :
إن تصحب الأشرار تندمْ

IN TASHHABIL-ASYROORO TANDAM = jika kamu temani orang-orang jahat niscaya kamu menyesal.

Contoh dalam AL-Qur’an :
إِن يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ

IN YASYA’ YUDZHIBKUM = Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu.

2. من MAN

Isim Syarat, Amil Jazem, Mabni Sukun, digunakan untuk yg berakal.

MAN Syarat menempati posisi ROFA’ sebagai MUBTADA’ apabila :

> Fi’il Syaratnya berupa FI’IL LAZIM.

Contoh :
من يكثرْ كلامه يكثرْ ملامه

MAN YAKTSUR KALAAMUHU YAKTSUR MALAAMUHU = barang siapa yg banyak bicaranya maka banyak celaannya.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا

MAN JAA’A BIL-HASANATI FALAHUU KHAIRUN MINHAA = Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya (QS. Annaml 89)

I’rob :

MAN = Isim Syarat, Amil Jazem, Mabni Sukun dalam posisi Rofa’ menjadi Mubtada’.

JAA’A = Fi’il Madhi Mabni Fathah dalam posisi Jazem menjadi Fi’il Syarat.

FALAHUU KHAIRUN MINHUM = Jawab Syarat dalam posisi Jazem.

Jumlah Syarat disini sebagai Khobar dari Mubtada’ menurut qoul yg lebih rojih.

> Fi’il Syaratnya berupa FI’IL NAWASIKH

Contoh :
من يكنْ عجولاً يكثرْ خطؤه

MAN YAKUN ‘UJUULAN YAKTSUR KHOTHO’UHU = barang siapa terburu-buru niscaya akan banyak kekeliruannya.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ

MAN KAANA YURIIDU HARTSAL-AAKHIROTI NAZID LAHU FI HARTSIHI = Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. (QS. Asy-Syuura 20)

I’rob :

MAN = Mubtada’

KAANA = Fi’il Madhi, Fi’il Syarat. Isimnya dhamir mustatir yg merujuk pada MAN.

YURIIDU = Khobar Jumlah.

NAZID LAHU = Jawab Syarat.

KAANA + YURIIDU = Jumlah dalam mahal Rofa’ menjadi Khobar dari Mubtada MAN.

> Fi’il Syaratnya berupa FI’IL MUTA’ADDI kepada selainnya :

Contoh:
من يحترم الناس يحترموه

MAN YAHTARIM AN-NAASA YAHTARIMUU HU = barang siapa menghormati orang lain maka orang lain menghormatinya.

Contoh dalam Al-Qur’an :
مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ

MAN YA’MAL SUU’AN YUJZA BIHI = Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu (QS. An-Nisaa’ 123)

I’rob :

MAN = Isim Syarat, Amil Jazm, mabni sukun, mahal rofa’ menjadi Mubtada.

YA’MAL = Fi’il Syarat, dijazemkan dengan sukun, Faa’ilnya berupa dhamir mustatir Jawazan takdirannya Huwa merujuk pada MAN. Jumlah Fiil Syarath ini sebagai khobar jumlah dari mubtada’ MAN.

SAWAA’AN = Maf’ul Bih, Manshub dengan Fathah.

YUJZA = Jawab Syarat, Majzum dg membuang huruf Illat Alif.

MAN Syarat menempati posisi NASHAB sebagai MAF’UL BIH apabila :

> Fi’il Syaratnya berupa FI’IL MUTA’ADDI kepada dirinya :

Contoh :
من تساعد أساعده

MAN TUSAA’ID USAA’ID HU = kepada siapa pun kamu membantu niscaya aku ikut membantunya.

I’rob :

MAN = Mahal Nashab menjadi Maf’ul Muqaddam.

MAN Syarat menempati posisi JARR apabila diawali dengan huruf Jar atau menjadi Mudhaf Ilaih. Contoh :
عمن تتعلم أتعلم

AN-MAN TATA’ALLAM ATA’ALLAM = dari siapa pun kamu belajar niscaya aku ikut belajar.
كتاب من تقرأ أقرأ

KITAABA MAN TAQRO’ AQRO’ = kitab siapa pun kamu baca niscaya aku ikut baca.

3. ما MAA

Isim Syarat, Amil Jazm, digunakan untuk yg tidak berakal, dii’rob seperti keterangan I’rob pada MAN.

Contoh :
ما تنفق من خير تجد ثوابه

MAA TUNFIQ MIN KHAIRIN TAJID TSAWAABAHU = apa saja yg kamu nafakahkan dari nafaqah baik, niscaya kamu akan mendapat pahalanya.

Contoh dalam Al-Qur’an :
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

MAA NANSAKH MIN AAYATIN AW NUNSI HAA NA’TI BI KHAIRIN MINHAA AW MITSLIHAA, ALAM TA’LAM ANNALLAAHA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QODIIR = Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqarah 106).

I’ROB :

MAA = Isim Syarat, Amil jazem, Mabni Sukun, dalam mahal Nashab menjadi Maf’ul Bih Muqaddam.

NANSAKH = Fi’il Syarat.

NA’TI = Jawab Syarat, dijazemkan dengan membuang huruf illat Ya’.

4. MAHMAA مهما

Isim Syarat, Amil Jazem (menurut qoul rojih), untuk yg tidak berakal. Menempati posisi I’rob seperti Isim Syart “MAA”.

Contoh :
مهما تنفق في الخير يخلفْه الله

MAHMAA TUNFIQ FI’L-KHAIRI YUKHLIFHU ALLAAHU = apapun jua kamu bernafaqah di dalam kebaikan niscaya Allah akan menggantikannya.

Contoh dalam Al-Qur’an :
وَقَالُواْ مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِن آيَةٍ لِّتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ

WA QAALUU MAHMAA TA’TINAA BIHII MIN AAYATIN LITAS-HARONAA BIHAA FAMAA NAHNU LAKA BI MU’MINIIN. = Mereka berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.” (QS, Al-A’raaf 132)

I’rob :

MAHMAA = Isim Syarat, Amil Jazm, Mabni Sukun dalam Mahal Rofa’ sebagai Mubtada’.

TA’TINAA = Fi’il Syarat berikut Fa’ilnya menjadi khobar dari Mubtada’ Mahmaa.

FAMAA NAHNU LAKA BI MU’MINIIN = Jawab Syarat dalam Mahal Jazem.

5. AYYUN اي

Isim Syarat, Amil Jazem, status I’robnya dipertimbangkan menurut mudhaf ilaihnya.

Contoh mudhaf pada yg berakal :
أيُّهم يقم أقم معه

AYYUHUM YAKUM AKUM MA’AHU = siapapun dari mereka berdiri niscaya aku ikut berdiri bersamanya.

AYYUHUM = sebagai Mubtada’

Contoh mudhaf pada yg tidak berakal :
أيّ الكتب تقرأ أقرأ

AYYAL-KUTUBI TAQRO’ AQRO’ = apapun kitab yg kamu baca niscaya aku mau membacanya.

AYYAL-KUTUBI = sebagai Maf’ul Muqaddam.

Contoh mudhaf pada Isim Zaman :
أيّ يوم تسافر أسافر

AYYA YAUMIN TUSAAFIR USAAFIR = Di hari apapun kamu pergi niscaya aku ikut pergi.

AYYA YAUMIN = sebagai Zharaf Zaman

Contoh mudhaf pada Isim Makan :
أيَّ بلد تسكن أسكن

AYYA BALADIN TASKUN ASKUN = Di negri manapun kamu berhenti niscaya aku ikut berhenti.

AYYA BALADIN = sebagai Zharaf Makan

Contoh mudhaf pada Mashdar :
أيّ نفع تنفع الناس يشكروك عليه

AYYA NAF’IN TANFA’IN-NAASA YASYKURUUKA ‘ALAIHI = apapun manfa’at yg kamu berikan kepada manusia, niscaya mereka akan bersyukur atasnya.

AYYA NAF’IN = sebagai Maf’ul Muthlaq

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
أَيّاً مَّا تَدْعُواْ فَلَهُ الأَسْمَاء الْحُسْنَى

Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik)

I’rob :

AYYAN = Isim Syarat, Amil Jazem, dinashabkan menjadi Maf’ul Bih muqaddam.

MAA = Huruf Zaidah sebagai penaukidan makna.

TAD’UU = Fi’il Syarat, dijazemkan dengan membuang huruf Nun termasuk dari Af’alul-Khomsah, faa’ilnya berupa wawu dhamir jamak.

FALAHUL-ASMAA’UL-HUSNAA = Jawab Syarath, menempati mahal Jazem.

Tanwin pada lafazh AYYAN adalah tanwin iwadh pengganti dari mudhaf ilaihnya yg dibuang takdirannya AYYA ISMIN.

Huruf MAA Zaidah, demikian menurut salah satu qoul yakni sebagai Taukid bagi lafazh AYYUN yg samar. Sedangkan menurut qoul yg lain, MAA juga sebagai Isim Syarat dan berkumpulnya kedua Syarat tersebut sebagai Taukid.

6. MATAA متى

Isim Syarat, Amil Jazem. Penggunaannya untuk penunjukan zaman secara mutlak, kemudian dicakupi pada penggunaan makna Syarat, secara posisi I’robnya ia menempati mahal Nashab atas Zharaf Zaman.

Contoh :
متى يأت فصل الصيف ينضج العنب

MATAA YA’TI FASHLUSH-SHAIFU YANDHAJ AL-’INABU = bilamana datang musim panas maka masaklah buah anggur.

7. AYYAANA أيان

Isim Syarat dan Amil Jazem serupa penggunaannya dengan MATAA.

Contoh :
أيان يكثر فراغ الشباب يكثر فسادهم

AYYAANA YAKTSUR FARAAGHUSY-SYABAABI YAKTSUR FASAADUHUM = bilamana muda-mudi banyak nganggurnya maka banyak pula rusaknya.

I’rob :

AYYAANA = Isim Syarath Amil Jazem, Mabni Fathah pada posisi Nashab menjadi Zharaf.

YAKTSUR = Fi’il Syarat.

YAKTSUR FASAADUHUM = Jawab Syarat, Fasaaduhum sebagai Faa’ilnya.

Contoh MATAA dan AYYAANA Syartiyah di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan.

8. AINA أين

Isim Syarat dan Amil Jazem, diutamakan bersambung dengan MAA untuk memungkinkan makna Syarat. Penggunaannya untuk penunjukan makan/tempat, kemudian dicakupi pada penggunaan makna Syarat, secara posisi I’robnya ia menempati mahal Nashab atas Zharaf Makan.

Contoh :
أينما تذهب أصحبْك

AINAMAA TADZHAB ASHHABKA = ke mana pun kamu pergi, aku menemanimu.

Contoh dalam Al-Qur’an :
أَيْنَمَا يُوَجِّههُّ لاَ يَأْتِ بِخَيْرٍ

AINAMAA YUWAJJIHHU LAA YA’TI BI KHAIRIN = ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. (QS. An-Nahl 76)

I’rob :

AINA = Isim Syarat dan Amil jazem, Mabni Fathah dalam posisi Nashab sebagai Zharaf Makan yang berta’alluq pada lafazh YUWAJJIHHU.

MAA = sebagai Taukid.

YUWAJJIHHU = Fi’il Syarat, HU dhamir menjadi Maf’ul Bih.

LAA YA’TI BI KHAIR = Jawab Syarat, YA’TI dijazemkan dengan membuang huruf Illat Ya’.
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ

AINAMAA TAKUUNUU YUDRIKKUMUL-MAUTU = Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu (QS. Annisaa’ 78)

I’rob :

AINAMAA = idem, zharaf makan berta’alluq pada lafazh “YUDRIKKUM”

TAKUUNUU = Fi’il Syarat, Wawu dhamir manjadi Fa’ilnya, tashrif dari KAANA Tamm, bimakna TUUJIDUU (kamu berada).

YUDRIKKUM = Jawab Syarat.

9. IDZMAA إذما

Termasuk dari Huruf Syarat dan Amil Jazem (menurut qaul yg lebih rojih), tidak menempati mahal I’rob (laa mahalla minal I’rob) digunakan khusus hanya untuk menggantungkan Jawab pada Syarat seperti faidah IN syarthiyah. Bersambung dengan MAA Zaidah untuk menjadikannya sebagai Amil Jazem.

Contoh :
إذما تفعل شراً تندمْ

IDZMAA TAF’AL SYARRAN TANDAM = jikalau kamu kerjakan kejelekan, maka kamu menyesal.

I’rob :

IDZMAA = Huruf Syarat Amil Jazm, Mabni sukun tanpa menempati mahal I’rob.

TAF’AL = Fi’il Syarat.

TANDAM = Jawab Syarat.

Tidak ditemukan contohnya dalam Al-Qur’an.

10. HAITSUMAA حيثما

Isim Syarat dan Amil Jazem, bersambung dengan MAA zaidah merupakan syarat Amil Jazemnya, menempati Mahal I’rob Nashab sebagai Zharaf Makan.

Contoh:
حيثما تجد صديقاً وفياً تجد كنزاً ثميناً

HAITSUMAA TAJID SHIDDIIQAN WAFIYYAN TAJID KANZAN TSAMIINAN = Dimana saja kamu dapati jujur lagi menepati, maka kamu dapati simpanan yg berharga.
وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَه

WA HAITSUMAA KUNTUM FAWALLUU WUJUUHAKUM SYATHRAH = Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. (QS. Albaqarah 144)

I’rob :

HAITSUMAA = Isim Syarat Amil Jazem, Mabni Dhammah mahal Nashob (dinashobkan menjadi khobar muqaddam dari KUNTUM apabila diberlakukan sebagai Fi’il Naqish, atau dinashobkan sebagai Zharaf Makan berta’alluq pada KUNTUM yg diberlakukan Fi’il Tamm). MAA sebagai shilah.

KUNTUM = Fi’il Madhi Naqish, Mabni Sukun Mahal Jazem sebagai Fi’il Syarat. TUM sebagai isim Kaana dan MIM tanda jamak.

FAWALLUU = Jumlah Fi’il dan Faa’il dalam posisi Mahal Jazem menjadi Jawab Syarat.

Tidak ditemukan contoh lain dalam Ayat Al=Qur’an kecuali Ayat ini.

11. ANNAA أنى

Isim Syarat & Amil Jazem, digunakan untuk menunjukkan tempat kemudian dipergunakan juga untuk makna Syarat, menepati posisi I’rob Mahal Nashab atas Zharaf Makan seperti AINAMAA & HAITSUMAA.

Contoh :
أنى ينزل ذو العلم يُكرمْ

ANNAA YANZAL DZUL-’ILMI YUKROM = dimana saja orang berilmu itu turun, ia dihormati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar